watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

GADIS SALON


Cerita ini berawal dari ajakan seorang temanku
untuk potong rambut di sebuah salon yang
letaknya di sekitar Universitas **** (edited) Jakarta
pada awal bulan Februari lalu. Maafkan, andai aku
tidak dapat menulis dengan baik.
Aku baru tahu bahwa sudah rahasia umum
semua wanita yang bekerja di salon itu bisa diajak
kencan. Pada hari Sabtu yang telah kami sepakati
dengan teman dia, dan kami janjian ketemu di
salon itu jam 13:00. Aku pun meluncur ke salon
itu untuk potong rambut, sejenak aku melirik jam
tangan, terlihat jam satu kurang beberapa menit
saja dan kuputuskan untuk masuk. Seperti halnya
salon-salon biasa, suasana salon ini normal tidak
ada yang luar biasa dari tata ruangnya serta
kegiatannya. Pada pertama kali aku masuk, aku
langsung menuju ke tempat meja reception dan
di sana aku mengatakan niat untuk potong
rambut. Dikatakan oleh wanita cantik yang duduk
di balik meja reception agar aku menunggu
sebentar sebab sedang sibuk semua. Sambil
menunggu, aku mencoba untuk melihat-lihat
sekitar siapa tahu ada temanku, tapi tidak terlihat
ada temanku di antara semua orang tersebut.

Mungkin dia belum datang, pikirku. Kuakui bahwa
hampir semua wanita yang bekerja di salon ini
cantik-cantik dan putih dengan postur tubuh yang
proporsional dan aduhai. Kalau boleh
memperkirakan umur mereka, mereka berumur
sekitar 20-30 tahun. Aku jadi teringat dengan
omongan temanku, Hanni, bahwa mereka bisa
diajak kencan. Namun aku sendiri masih ragu
sebab salon ini benar-benar seperti salon pada
umumnya.

Setelah beberapa menit menunggu, aku ditegur
oleh reception bahwa aku sudah dapat potong
rambut sambil menunjuk ke salah satu tempat
yang kosong. Aku pun menuju ke arah yang
ditentukan. Beberapa detik kemudian seorang
wanita muda nan cantik menugur sambil
memegang rambutku.
“Mas, rambutnya mau dimodel apa?” katanya
sambil melihatku lewat cermin dan tetap
memegang rambutku yang sudah agak panjang.
“Mmm… dirapi’in aja Mbak!” kataku pendek.
Lalu seperti halnya di tempat cukur rambut pada
umumnya, aku pun diberi penutup pada seluruh
tubuhku untuk menghindari potongan-potongan
rambut. Beberapa menit pertama begitu kaku dan
dingin. Aku yang diam saja dan dia sibuk mulai
motong rambutku. Sangat tidak enak rasanya
dan aku mencoba untuk mencairkan suasana.

“Mbak… udah lama kerja di sini?” tanyaku.
“Kira-kira sudah enam bulan, Mas… ngomong-
ngomong situ baru sekali ya potong di sini?”
sambungnya sambil tetap memotong rambut.
“Iya… kemarenan saya lewat jalan ini, terus kok
ada salon, ya udah dech, saya potong di sini. Ini
juga janjian sama temen, tapi mana ya kok
belum datang?” jawabku sedikit berbohong.
“Ooo..” jawabnya singkat dan berkesan cuek.
“Hei…” terdengar suara temanku sambil menepuk
pundak.

“Eh… elo baru dateng?” tanyaku.
“Iya nih… tadi di bawah jembatan macet, mmm…
gue potong dulu yach..” jawabnya sambil berlalu.
Ngobrol punya ngobrol, akhirnya kami dekat, dan
belakangan aku tahu Stella namanya, 22 tahun,
dia kost di daerah situ juga, dia orang Manado,
dia enam bersaudara dan dia anak ketiga. Kami
pun sepakat untuk janjian ketemu di luar pada
hari Senin. Untuk pembaca ketahui setiap hari
Senin, salon ini tutup. Setelah aku selesai, sambil
memberikan tips sekedarnya, aku menanyakan
apakah ia mau aku ajak makan. Dia menyanggupi
dan ia menulis pada selembar secarik kertas kecil
nomor teleponnya. Sambil menunggu Hanni, aku
ngobrol dengan Stella, aku sempat diperkenalkan
oleh beberapa temannya yang bernama Susi,
Icha dan Yana. Ketiganya cantik-cantik tapi Stella
tidak kalah cantik dengan mereka baik itu
parasnya juga tubuhnya. Susi, ia berambut agak
panjang dan pada beberapa bagian rambutnya
dicat kuning. Icha, ia agak pendek, tatapannya
agak misterius, dadanya sebesar Stella namun
karena postur tubuhnya yang agak pendek
sehingga payudaranya membuat ngiler semua
mata laki-laki untuk menikmatinya. Sedangkan
Yana, ia tampak sangat merawat tubuhnya, ia
begitu mempesona, lingkar pinggangnya yang
sangat ideal dengan tinggi badannya, pantatnya
dan dadanya-pun sangat proporsional.
Akhirnya kami ketemu pada hari Senin dan di
tempat yang sudah disepakati. Setelah makan
siang, kami nonton bioskop, filmnya Jennifer
Lopez, The Cell. Wah, cakep sekali ini orang,
batinku mengagumi kecantikan Stella yang waktu
itu mengenakan kaos ketat berwarna biru muda
ditambah dengan rompi yang dikancingkan dan
dipadu dengan celana jeans ketat serta sandal
yang tebal. Kami serius mengikuti alur cerita film
itu, hingga akhirnya semua penonton dikagetkan
oleh suatu adegan. Stella tampak kaget, terlihat
dari bergetarnya tubuh dia. Entah ada setan apa,
secara reflek aku memegang tangan kanannya.

Lama sekali aku memegang tangannya dengan
sesekali meremasnya dan ia diam saja.
Singkat cerita, aku mengantarkan dia pulang ke
kostnya, di tengah jalan Stella memohon
kepadaku untuk tidak langsung pulang tapi putar-
putar dulu. Kukabulkan permintaannya karena
aku sendiri sedang bebas, dan kuputuskan untuk
naik tol dan putar-putar kota Jakarta. Sambil
menikmati musik, kami saling berdiam diri,
hingga akhirnya Stella mengatakan,
“Mmm… Will, aku mau ngomong sesuatu sama
kamu, memang semua ini terlalu cepat, Will… aku
suka sama kamu…” katanya pelan tapi pasti.
www.ceritaindo.sextgem.com Seperti disambar petir mendengar kata-katanya,
dan secara reflek aku menengok ke kiri melihat
dia, tampaknya dia serius dengan apa yang
barusan ia katakan. Dia menatap tajam.
“Apa kamu sudah yakin dengan omonganmu
yang barusan, Tel?” tanyaku sambil kembali
konsentrasi ke jalan.

“Aku nggak tau kenapa bahwa aku merasa kamu
nggak kayak laki-laki yang pernah aku kenal,
kamu baik, dan kayaknya perhatian and care. Aku
nggak mau kalo setelah aku pulang ini, kita nggak
bisa ketemu lagi, Will. Aku nggak mau kehilangan
kamu,” jawabnya panjang lebar.
“Mmm… kalo aku boleh jujur sich, aku juga suka
sama kamu, Tel… tapi kamu mau khan kalo kita
nggak pacaran dulu?” tegasku.
“Ok, kalo itu mau kamu, mmm… boleh nggak
aku ’sun’ kamu, bukti bahwa aku nggak main-
main sama omonganku yang barusan?” tanyanya.

Wah rasanya seperti mau mati, jantungku mau
copot, nafas jadi sesak. Edan ini anak, seperti
benar-benar! Sekali lagi, aku menengok ke kiri
melihat wajahnya yang bulat dengan bola mata
yang berwarna coklat, dia menatapku tajam dan
serius sekali.
“Sekarang?” tanyaku sambil menatap matanya,
dan dia menganguk pelan.
“OK, kamu boleh ’sun’ aku,” jawabku sambil
kembali ke jalanan.
Beberapa detik kemudian dia beranjak dari tempat
duduknya dan mengambil posisi untuk memberi
sebuah “sun” di pipi kiriku. Diberilah sebuah
ciuman di pipi kiriku sambil memeluk. Lama sekali
ia mencium dan ditempelkannya payudaranya di
lengan kiriku. Ooh, empuk sekali, mantap!
Payudaranya yang cukup menantang itu sedang
menekan lengan kiriku. Edan, enak sekali, aku jadi
terangsang nih. Secara otomatis batang
kemaluanku pun mengeras. Dengan pelan sekali,
Stella berbisik, “Will, aku suka sama kamu,” dan ia
kembali mencium pipiku dan tetap menekan
payudaranya pada lengan kiriku. Konsentrasiku
buyar, sepertinya aku benar-benar sudah
terangsang dengan perlakuan Stella, dan
beberapa kendaraan yang melaluiku melihat ke
arahku menembus kaca filmku yang hanya 50%.
“Kamu terangsang ya, Will?” tanyanya pelan dan
agak lirih. Aku tidak menjawab. Tangan kirinya
mulai mengelus-elus badanku dan mengarah ke
bawah. Aku sudah benar-benar terangsang.

Sekali lagi Stella berbisik, “Will, aku tau kamu
terangsang, boleh nggak aku lihat punyamu?
punya kamu besar yach!” aku mengangguk.
Dibukalah celana panjangku dengan tangan
kirinya, seperti ia agak kesulitan pada saat ingin
membuka ikat pinggangku sebab dia hanya
menggunakan satu tangan. Aku bantu dia
membuka ikat pinggang setelah itu aku kembali
memegang setir mobil.

Dielus-elus batang kemaluanku yang sudah keras
dari luar. Tidak lama kemudian ditelusupkan
telapak kirinya ke dalam dan digenggamlah
kemaluanku. “Ooh…” desahku pelan. Sedikit demi
sedikit wajahnya bergerak. Pertama, ia cium
bibirku dari sebelah kiri lalu turun ke bawah. Ia
cium leherku, dan ia sempat berhenti di bagian
dadaku, mungkin ia menikmati aroma parfum
BULGARI-ku. Ia makin turun dan turun ke bawah.

Beberapa kali Stella melakukan gerakan mengocok
kemaluanku. Pertama-tama dijilatinya pangkal
batang kemaluanku lalu merambat naik ke atas.
Ujung lidahnya kini berada pada bagian biji
kejantananku. Salah satu tangannya menyelinap
di antara belahan pantatku, menyentuh anusku,
dan merabanya. Stella melanjutkan perjalanan
lidahnya, naik semakin ke atas, perlahan-lahan.
Setiap gerakan nyaris dalam beberapa detik,
teramat perlahan. Melewati bagian tengah, naik
lagi. Ke bagian leher batangku. Kedua tanganku
tak kusadari sudah mencengkeram setir mobil.

Ujung lidahnya naik lebih ke atas lagi. Pelan-pelan
setiap jilatannya kurasakan bagaikan kenikmatan
yang tak pernah usai, begitu nikmat, begitu
perlahan. Setiap kali kutundukkan wajahku
melihat apa yang dilakukannya setiap kali itu pula
kulihat Stella masih tetap menjilati kemaluanku
dengan penuh nafsu.
Sesaat Stella kulihat melepaskan tangannya dari
kemaluanku, ia menyibakkan rambutnya ke
samping tiga jarinya kembali menarik bagian
bawah batang kemaluanku dengan sedikit
memiringkan kepalanya. Stella kemudian mulai
menurunkan wajahnya mendekati kepala
kejantananku. Ia mulai merekahkan kedua
bibirnya, dengan berhati-hati ia memasukkan
kepala kemaluanku ke dalam mulutnya tanpa
tersentuh sedikitpun oleh giginya. Kemudian
bergerak perlahan-lahan semakin jauh hingga di
bagian tengah batang kemaluanku. Saat itulah
kurasakan kepala kejantananku menyentuh
bagian lidahnya. Tubuhku bergetar sesaat dan
terdengar suara khas dari mulut Stella. Kedua
bibirnya sesaat kemudian merapat. Kurasakan
kehangatan yang luar biasa nikmatnya
mengguyur sekujur tubuhku. Perlahan-lahan
kemudian kepala Stella mulai naik. Bersamaan
dengan itu pula kurasakan tangannya menarik
turun bagian bawah batang tubuh kejantananku
hingga ketika bibir dan lidahnya mencapai di
bagian kepala, kurasakan bagian kepala itu
semakin sensitif. Begitu sensitifnya hingga bisa
kurasakan kenikmatan hisapan dan jilatan Stella
begitu merasuk dan menggelitik seluruh urat-urat
syaraf yang ada di sana. Kuraba punggungnya
dengan tangan kiriku, kuelus dengan lembut lalu
mengarah ke bawah. Kudapatkan payudara
sebelah kanan. Kubuka telapak tanganku
mengikuti bentuk payudaranya yang bulat.

Kuremas dengan lembut. Kubuka satu persatu
kancing rompinya, dan kembali aku membuka
tepak tangan mengikuti bentuk payudaranya.
Sambil tetap mengulum, tangan kanannya
bergerak menyentuh tanganku, ia tarik baju
ketatnya dari selipan celana panjangnya.

Dipegangnya tanganku dan diarahkannya ke
dalam. Di balik baju ketatnya, aku meremas-
remas payudaranya yang masih terbungkus BH.
Kuremas satu persatu payudaranya sambil
mendesah menikmati kuluman pada kemaluanku.
Kuremas agak kuat dan Stella pun berhenti
mengulum sekian detik lamanya. Kuelus-elus kulit
dadanya yang agak menyembul dari BH-nya
dengan sesekali menyelipkan salah satu jariku di
antara payudaranya yang kenyal. “Agh…”
desahku menikmati kuluman Stella yang makin
cepat. Aku turunkan BH-nya yang menutupi
payudara sebelah kanan, aku dapat meraih
putingnya yang sudah mengeras. Kupilin dengan
lembut. “Ooh… esst…” desahnya melepas
kuluman dan terdengar suara akibat melepaskan
bibirnya dari kemaluanku. Menjilat, menghisap,
naik turun. Ia begitu menikmatinya. Begitu
seterusnya berulang-ulang. Aku tak mampu lagi
melihat ke bawah. Tubuhku semakin lama
semakin melengkung ke belakang kepalaku sudah
terdongak ke atas. Kupejamkan mataku. Stella
begitu luar biasa melakukannya. Tak sekalipun
kurasakan giginya menyentuh kulit kejantananku.

Gila, belum pernah aku dihisap seperti ini, pikirku.
www.ceritaindo.sextgem.com Pikiranku sudah melayang-layang jauh entah ke
mana. Tak kusadari lagi sekelilingku oleh
gelombang kenikmatan yang mendera seluruh
urat syaraf di tubuhku yang semakin tinggi. Aku
berhenti sejenak meraba payudaranya. Kutengok
ke bawah, tangan kanannya menggenggam
dengan erat persis di bagian leher batang
kemaluanku, dan ia terlihat tersenyum kepadaku.
“Kamu luar biasa, Tel,” bisikku sambil
menggeleng-gelengkan kepala terkagum-kagum
oleh kehebatannya. Stella tersenyum manis dan
berkesan manja. “Eh, bisa keluar aku kalo kamu
kayak gini terus,” bisikku lagi merasakan
genggaman tangannya yang tak kunjung
mengendur pada kemaluanku. Stella tersenyum.

“Kalo kamu udah nggak pengen keluar, keluarin
aja, nggak usah ditahan-tahan,” jawabnya dan
setelah itu menjulurkan lidahnya keluar dan
mengenai ujung batang kemaluanku. Rupanya ia
mengerti aku sedang berjuang untuk menahan
ejakulasiku.
“Aaghhh…” desahku agak keras menahan rasa
ngilu. Bukan kepalang nikmat yang kurasakan,
tubuhnya bergerak tidak karuan, seiring dengan
gerakan kepalanya yang naik turun, kedua
tangannya tak henti-henti meraba dadaku,
terkadang ia memilin kedua puting susuku
dengan jarinya, terkadang ia melepaskan
kuluman untuk mengambil nafas sejenak lalu
melanjutkannya lagi. Semakin lama gerakannya
makin cepat. Aku sudah berusaha semaksimal
untuk menahan ejakulasi. Kualihkan perhatianku
dari payudaranya. Aku meraba ke arah bawah.

Kubuka kancing celananya. Agak lama kucoba
membuka dan akhirnya terlepas juga. Pelan-pelan
kuselipkan tangan kiriku di balik celana dalamnya.
Aku dapat rasakan rambut kemaluannya tipis.
Mungkin dipelihara, pikirku dalam hati. Kuteruskan
agak ke bawah. Stella mengubah posisinya.
Tadinya ia yang hanya bersangga pada satu sisi
pantatnya saja, sekarang ia renggangkan kedua
kakinya. Dengan mudah aku dapat menyentuh
kemaluannya. Beberapa saat telunjukku bermain-
main di bagian atas kemaluannya. Aku naik-
turunkan jari telunjukku. Ugh, nikmat sekali nih
rasanya, pikirku. Sesekali kumasukkan telunjukku
ke dalam lubang kemaluannya. Aku jelajahi setiap
milimeter ruangan di dalam kemaluan Stella. Aku
temukan sebuah kelentit di dalamnya. Kumainkan
klitoris itu dengan telunjukku. Ugh, pegal juga
rasanya tangan kiriku. Sejenak kukeluarkan jariku
dari dalam. Lalu aku menikmati setiap kuluman
Stella. Rasanya sudah beberapa tetes spermaku
keluar. Aku benar-benar dibuat mabuk kepayang olehnya.

Kembali kumasukkan jariku, kali ini dua jari, jari
telunjuk dan jari tengahku. Pada saat aku
memasukkan kedua jariku, Stella tampak
melengkuh dan mendesah pelan. Semakin lama
semakin cepat aku mengeluar-masukkan kedua
jariku di lubang kemaluannya dan Stella beberapa
menghentikan kuluman pada batang kemaluanku
sambil tetap memegang batang kemaluanku.
Entah sudah berapa orang yang melihat kegiatan
kami terutama para supir atau kenek truk yang
kami lewati, namun aku tidak peduli. Kenikmatan
yang kurasakan saat itu benar-benar membiusku
sehingga aku sudah melupakan segala sesuatu.

Kembali Stella menjilat, menghisap dan
mengulum batang kemaluanku dan entah sudah
berapa lama kami melakukan ini. Kutundukkan
kepalaku untuk melihat yang sedang dikerjakan
Stella pada kemaluanku. Kali ini Stella melakukan
dengan penuh kelembutan, ia julurkan lidahnya
hingga mengenai ujung kepala kemaluanku lagi.
Ia memutar-mutarkan lidahnya tepat di ujung
lubang kemaluanku. Sungguh dashyat
kenikmatan yang kurasakan. Beberapa kali
tubuhku bergetar namun ia tetap pada sikapnya.
Sesekali ia masukkan semua batang kemaluanku
di dalam mulutnya dan ia mainkan lidahnya di
dalam. “Ooh.. Tel… enakk…” desahku sambil
melepaskan tangan kiriku dari lubang
kemaluannya. Kupegang kepalanya mengikuti
gerakan naik turun.

“Stella, aku sudah nggak tahannn…” kataku agak
lirih menahan ejakulasi. Namun gerakan Stella
makin cepat dan beberapa kali ia buka matanya
namun tetap mengulum dan terdengar suara-
suara dari dalam mulutnya. “Aaaagghhh…”
desahku keras diiringi dengan keluarnya sperma
dari dalam batang kemaluanku di dalam
mulutnya. Keadaan mobil kami saat itu sedikit
tersentak oleh pijakan kaki kananku. Aku
menikmati setiap sperma yang keluar dari dalam
kemaluanku hingga akhirnya habis. Stella tetap
menjilati kemaluanku dengan lidahnya. Dapat
kurasakan lidahnya menyapu seluruh bagian
kepala kemaluanku. Ugh, nikmat sekali rasanya.
Setelah membersihkan seluruh spermaku dengan
lidahnya, Stella bergerak ke atas. Kulihat dia,
tampak ada beberapa spermaku menempel di
sebelah kanan bibirnya dan pipi kirinya. Aku mulai
bergerak memperbaiki posisi dudukku, perlahan-
lahan. Sambil tetap digenggamnya batang
kemaluanku yang sudah lemas, Stella beranjak ke
atas melumat bibirku, masih terasa spermaku.

Sekian detik kami bercumbu dan aku
memejamkan mata. Akhirnya ia merapikan
posisinya, ia duduk dan merapikan pakaiannya.
Aku pun merapikan pakaianku sekedarnya. Aku
kenakan celana panjangku namun tidak
kumasukkan kemejaku.
Beberapa hari setelah itu, aku main ke kost Stella
dan pada saat itu pula kami mengikat tali kasih.

Awal bulan Maret lalu Stella kembali dari Manado
setelah 2 minggu ia berada di sana dan ia tidak
kembali lagi bekerja di salon itu. Sekarang kami
hidup bersama di sebuah tempat di daerah
Grogol, sekarang ia diterima sebagai operator di
salah satu perusahaan penyedia jasa komunikasi
handphone. Sedangkan aku tetap sebagai
animator yang bekerja di sebuah perusahaan di
daerah Kedoya tapi aku harus meninggalkan
kostku. Setelah kami hidup seatap, Stella
mengakui padaku bahwa selama enam bulan ia
bekerja di salon itu, ia pernah melayani
pelanggannya dan ia mengatakan bahwa semua
pekerja yang bekerja di salon itu juga pekerja
seks. Stella tidak mengetahui bagaimana asal
mulanya. Stella sendiri tidak tahu apakah salon
merupakan sebuah kedok atau seks adalah
sebuah tambahan. Dia mengatakan bahwa untuk
mengajak keluar salah satu karyawati di situ,
seseorang harus membayar di muka sebesar Rp
500.000. Rasanya Jakarta hanya milik kami
berdua, tiap malam setelah mandi sepulang dari
kerja atau setelah makan malam, kami melakukan
hubungan seks. Entah sampai kapan semua ini
akan berakhir dan entah kapan kami akan resmi
menikah.

Kami sungguh menikmati setiap hari yang akan
kami lalui dan telah kami lalui bersama. Aku
sungguh tidak peduli dengan asal-usulnya
pekerjaan Stella sebab makin hari aku makin
terbius oleh kenikmatan seks dan mataku seolah-
seolah tertutup oleh rasa sayangku pada dia.


Adult | GO HOME | Exit
1/1666
U-ON

inc Powered by Xtgem.com